Refleksi Hari Anak sedunia : Esensi pendidikan anak
Oleh: Adiyana Adam
Masa pandemic Covid -19 yang berawal sejak maret 2020 menyisakan jejak yang memprihatinkan, terutama pendidikan bagi anak-anak. Sejak adananya penyebaran Covid-19, anak-anak di wajibkan berada dirumah demi memtus rantai penyebaran covid 19. Wacana untuk belajar secara daring ternyata hanya omongan belaka tanpa ada realisasi. Kenyataan ini berlalngsung dari bulan maret sampai dengan akhir semester genap bulan juni 2020.. Pada tenggang waktu 3 bulan lebih itu , tidak satukalipun anak-anak belajar secara daring sepertti apa yang diwacanakan, dan ini terjadi pada daerah pedesaan yang mayoritas tidak memiliki fasilkitas yang lengkap, ironisnya pada saat ulangan kenaikan kerlas, anak-anak hanya disuruh mengisi soal-soal yang diberikan guru dalam bentuk pertanyaan dalam lembaran-lembaran soal dan ini berlaku untuk semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ,baik SD maupun SLTP yang natinya lembaran-soal tadi dikembalikan ke guru kelasnya setelah dijawab.
Persoalan yang terjadi, apakah semua pertanyaan yang berikan guru pada kertas ulangan bisa dimengerti dan terjawab sesuai dengan maksud soal yang berikan tanpa sekalipun guru tersebut menerangkan atau menjelaskan materi pelajaran itu sebelumnya? . Jawabannya sangat sederhana. Pada wilayah perkotaan yang terjangkau oleh jarinagn internet, dengan menggunakan Handphone anroid naak-anak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dengan menggunakan internet di bantu oleh orang tua, inipun jika orangtuanya berpendidikan dan mampu menggunakan internet. Bagaimana jika anak-anak yang hidup pada wilayah daerah atau desa yang tidak terjangkau oleh jaringan internet dan tidak mempunya handphone anroid yang orang tuanya pun tidak bisa menggunakan bahkanb mempunyai Handphone anroid? Tetntunya pertanyaannini akan sulit terjawab
Pada pelajaran non eksakta, mungkin sebagian bisa terjawab dengan memanfaatkan bantuan google atau yahoo, bagaimana dengan pertanyaan yang berhubungan dengan pembelajaran eksakta seperti matematika yang sudah tentu memerlukan penjelasan dan contoh contoh yang harusnya di berikan oleh pendidik agar anak anak sebagai peserta didik lebih memahami pelajaran tersebut , atau pendidikan karanter yang menyangkut ahlak dan Budi pekerti yang memerlukan contoh konkrit yang dari penjelasan pendidik, tentu hal ini tidak bisa didapatkan dengan bantuan googlea atau yahoo . Jika fenomena ini terus berkelanjutan maka jangan pernah berharap esensi dari pendidikan bisa tertanam di hati anak-anak.
Seorang pendidik dalam menjalankan tugasnya tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak-anak sebagai peserta didik, tetapi bagaimana seorang pendidik menanamkan ahlak dan budi pekerti, kepada peserta didik, menenamkan nilai-nilai karakter agar anak-anak bisa tumbuh menjadi seorang manusia yang utuh dan berkarakter dalam dimensi hati,pikir, raga serta karsa. Karena pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidkan moral, pendidikan nilai atau Budi pekerti.. Tujuan dari pendidikan karakter yang ditanam sejak dini pada jiwa anak-anak adalah untuk mengembangkan. Soft skill anak-anak yang nantinya akan menunjang kesuksesan mereka dikemuadian hari.Hidup bermasyarakat dengan Ahlak mulia dan beradab terpuji , karena hanya dengan menanamkan nilai-nilai ahlak dan adab inilah ,anak-anak dikemudian hari akan saling menghormati dan mencintai satu sama lain Inilah esensi dari sebuah pendidikan.
Jika situasi seperti ini terus berlangsung , maka dijamin nilai kognitif, afektik maupun psycomotik anak-anak pun tidak akan dicapai sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pembelajaran Nasional dan yang menjadi tujuan pendidikan dalam Islam.
Ternate, 20 Nopember 2020